Aku lihat dirimu kemaren
Aku melihat dirimu, dengan pandangan penuh pesona
Beberapa kali aku menolehmu
Akhirnya aku harus pergi juga
Tapi bukan untuk melepaskanmu
Bayangmu aku endap sedalamnya di benak ku
Mungkin aku jatuh cinta
Aku akui dirimu hebat jadi seorang wanita
Meski dirimu sederhana
Tapi tidak untuk diriku
Dirimu mampu bikin aku setengah gila
Walau kebenaranya aku gak punya banyak waktu untuk jatuh cinta
Izinkan aku mendekatimu
Sabtu, 06 November 2010
PUISI CINTA
Aku bisa merangkaikan sejuta puisi buatmu
Tapi jangan kau pikir aku akan mengagungimu
Benar aku bagaikan seniman lapar yang terbuang di arus jaman
Yang mengincar celah-celah ilham mungkin membuatku menggelegar
barangkali kamu perantara ilhamku
Tunggu dulu” janganlah nanti aku beranggapan hadirmu seperti mentari
datang di ufuk timur menghagatkanku hingga kepuncak kehangatan
Dan pergi diufuk barat mengeluskan aku dengan rabaan udara
dan terbenam berlahan menurunkan hangatku dan gelap, habislah kisah kita
Aku tau kamu bukan penyair atau puitisi yang bisa mengerti makna kiasan bahasaku
Untuk mengerti dirimu aku sering bertanya kepada kenyataan
Wahai kekerasan tolong jawab aku!! apakah yang harus aku keraskan?
Wahai kelembutan jawab aku!! apakah yang harus aku lembutkan?
“Jika kamu pikir rupaku seperti tukang kebun jangan kau fonis hatikupun demikian”
“Jawab kekerasan”
“Aku bisa mengakhiri kisah ini kapanpun secara dramatis dan puitis yang berdampak kelam dalam henyakan”
“Jawab kelembutan”
Ya.
Silakan saja kamu merendahkan kaum lelaki semaumu tapi bukan lelaki sepertiku
Kata maaf menyahut tanpa ku bertanya padannya.
Tapi jangan kau pikir aku akan mengagungimu
Benar aku bagaikan seniman lapar yang terbuang di arus jaman
Yang mengincar celah-celah ilham mungkin membuatku menggelegar
barangkali kamu perantara ilhamku
Tunggu dulu” janganlah nanti aku beranggapan hadirmu seperti mentari
datang di ufuk timur menghagatkanku hingga kepuncak kehangatan
Dan pergi diufuk barat mengeluskan aku dengan rabaan udara
dan terbenam berlahan menurunkan hangatku dan gelap, habislah kisah kita
Aku tau kamu bukan penyair atau puitisi yang bisa mengerti makna kiasan bahasaku
Untuk mengerti dirimu aku sering bertanya kepada kenyataan
Wahai kekerasan tolong jawab aku!! apakah yang harus aku keraskan?
Wahai kelembutan jawab aku!! apakah yang harus aku lembutkan?
“Jika kamu pikir rupaku seperti tukang kebun jangan kau fonis hatikupun demikian”
“Jawab kekerasan”
“Aku bisa mengakhiri kisah ini kapanpun secara dramatis dan puitis yang berdampak kelam dalam henyakan”
“Jawab kelembutan”
Ya.
Silakan saja kamu merendahkan kaum lelaki semaumu tapi bukan lelaki sepertiku
Kata maaf menyahut tanpa ku bertanya padannya.
Aku bisa merangkaikan sejuta puisi buatmu Tapi jangan kau pikir aku akan mengagungimu Benar aku bagaikan seniman lapar yang terbuang di arus jaman Yang mengincar celah-celah ilham mungkin membuatku menggelegar barangkali kamu perantara ilhamku Tunggu dulu”.. janganlah nanti aku beranggapan hadirmu seperti mentari datang di ufuk timur menghagatkanku hingga kepuncak kehangatan Dan pergi diufuk barat mengeluskan aku dengan rabaan udara dan terbenam berlahan menurunkan hangatku dan gelap, habislah kisah kita Aku tau kamu bukan penyair atau puitisi yang bisa mengerti makna kiasan bahasaku Untuk mengerti dirimu aku sering bertanya kepada kenyataan Wahai kekerasan tolong jawab aku!! apakah yang harus aku keraskan? Wahai kelembutan jawab aku!! apakah yang harus aku lembutkan? “Jika kamu pikir rupaku seperti tukang kebun jangan kau fonis hatikupun demikian” “Jawab kekerasan” “Aku bisa mengakhiri kisah ini kapanpun secara dramatis dan puitis yang berdampak kelam dalam henyakan” “Jawab kelembutan” Ya. Silakan saja kamu merendahkan kaum lelaki semaumu tapi bukan lelaki sepertiku Kata maaf menyahut tanpa ku bertanya padannya.
Langganan:
Postingan (Atom)