Sabtu, 06 November 2010

Aku bisa merangkaikan sejuta puisi buatmu Tapi jangan kau pikir aku akan mengagungimu Benar aku bagaikan seniman lapar yang terbuang di arus jaman Yang mengincar celah-celah ilham mungkin membuatku menggelegar barangkali kamu perantara ilhamku Tunggu dulu”.. janganlah nanti aku beranggapan hadirmu seperti mentari datang di ufuk timur menghagatkanku hingga kepuncak kehangatan Dan pergi diufuk barat mengeluskan aku dengan rabaan udara dan terbenam berlahan menurunkan hangatku dan gelap, habislah kisah kita Aku tau kamu bukan penyair atau puitisi yang bisa mengerti makna kiasan bahasaku Untuk mengerti dirimu aku sering bertanya kepada kenyataan Wahai kekerasan tolong jawab aku!! apakah yang harus aku keraskan? Wahai kelembutan jawab aku!! apakah yang harus aku lembutkan? “Jika kamu pikir rupaku seperti tukang kebun jangan kau fonis hatikupun demikian” “Jawab kekerasan” “Aku bisa mengakhiri kisah ini kapanpun secara dramatis dan puitis yang berdampak kelam dalam henyakan” “Jawab kelembutan” Ya. Silakan saja kamu merendahkan kaum lelaki semaumu tapi bukan lelaki sepertiku Kata maaf menyahut tanpa ku bertanya padannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar