Minggu, 26 Desember 2010

WANITA DALAM BERBAGAI PANDANGAN



1.      Masa Yunani
Pada awal masa perkembangan Yunani, wanita seperti terpenjara, tidak kenal peradaban, dan terhina. bahkan ada yang menyebutnya bagian dari syetan. secara konstitusi, kemerdekaan wanita dirampas, diperjualbelikan seperti layaknya barang dagangan, tidak diberikan kepadanya hak warisan, dan selamanya berda di bawah kekuasaan dan pengawasan laki-laki dalam segala urusannya. Laki-laki diberi hak mutlak untuk memutuskan hubungan suami isteri, sedangkan wanita tidak diberi hak sedikitpun untuk mengajukan cerai kecuali dalam hal-hal yang ada pengecualiannya[1].
Wanita menjadi terasing dari masyarakat. Sampai-sampai ada diantara pemikir mereka yang mengatakan wajib memenjarakan sekedar nama wanita dirumahnya sebagaimana wajib memenjarakan tubuhnya disana. menurut mereka, ketika ada wanita yang keluar rumah dan menduduki sebuah jabatan penting dimasyarakat, maka ia telah berubah menjadi pelacur alias “wanita penghibur”. juru bicara mereka yang terkenal, demostien, mengatakan, ”kami mengunakan wanita penghibur untuk menjaga kesehatan sehari-hari, dan menjadikan isteri-isteri kami untuk melahirkan anak-anak kami yang sah.[2]

2.      Masa Romawi
Pada masa–masa awal kebudayaan Romawi, kepala keluarga berfungsi sebagai pemimpin agamis keluarga, pengambilan keputusan dan mengatur perekonomian. hanya dia yang berhak tindakan.[3] Kekuasaan kepala keluarga ini mencakup semua keluarga, berlangsung sampai ia meninggal dunia, dan sifatnya mutlak. kekuasaan ini mencakup kebebasan untuk menperjualbelikan, mengusir, menyiksa dan bahkan membunuh. Kekuasaan seperti ini terus berlanjut hingga  dibentuknya kontitusi yang menetapkan semacam itu sifatnya ta’dib, yaitu pada masa georstain (wafat  565 M). kepala keluarga berhak memiliki harta keluarga yang memiliki hak memiliki[4]. Wanita tidak memiliki kedudukan yang layak secara konstitusi. Karena dalam konstitusi itu sendiri disebutkan bahwa kewanitaan adalah sebab paling utama yang menyebabkan tidak adanya kedudukan yang pantas baginya, sama persis dengan orang gila atau anak kecil[5].

3.      Menurut Yahudi
Beberapa kalangan yahudi menganggap kedudukan anak perempuan seperti pelayan. Sang ayah memiliki hak sepenuhnya atas dirinya untuk menjualnya. Dia tidak mendapat warisan apapun dari ayahnya jika dia memiliki saudara laki-laki, kecuali jika ayahnya rela memberikanya. Disebutkan dalam ishah keempat puluh dua dari Sifr ayyub, “tidak ada wanita-wanita cantik di bumi secantik wanita-wanita ayyub, sang ayah memberi mereka warisan di antara saudara-saudara mereka”. Orang yahudi menganggap wanita di laknat, karena menurut mereka, dialah menyebabkan adam melanggar perintah ALLAH. Dalam kitab Taurat di sebutkan:” wanita itu lebih pahit dari kematian, orang yang shaleh di hadapan ALLAH akan selamat dari tipu dayanya, tapi di antara seribu yang selamat, tetapi di antara seribu tidak ada seorang wanitapun yang selamat”.
4.      Menurut Kristen
Menurut mereka wanita adalah pintu neraka jahim. Mereka adalah dosa yang menjelma menjadisosok manusia. Bahkan lebih dari itu, mereka menganggap jasad-jasad wanita adalah jelmaan syetan. Tartolian, salah seorang tokoh Kristen, menjelaskan teori orang-orang Kristen tentang wanita, ”wanita adalah pintu masuk syetan ke dalam jiwa manusia, karena dialah yang mendorong manusia (Adam) untuk mendekati pohon terlarang dan melanggar peraturan ALLAH. Jadi wanita adalah perusak laki-laki”. Lebih dari itu dikatakan kepada wnaita bahwa dia harus merasa malu sebagai wanita, karena itu hendaklah dia tidur terus menerus sebagai balasan dari rasa laknat yang diterimanya di bumi. Sebagai akibat dari rasa benci kepaada wanita, mereka menganggap hubungna laki-laki dan wanita adalah najis dan harus dijauhi meskipun melalui akad nikah yang sah. Bujangan lebih terpuji di sisi ALLAH dari pada beristri. Dimata mereka membujang adalah termasuk tanda-tanda takwa dan wara. Wanita sepenuhnya berada di bawah kekuasaan laki-laki. Anehnya, perceraian dan khulu tidak diperbolehkan dalam kodisi apapun.
Pada abad kelima ada sebuah perkumpulan yang membahas masalah wanita. Topic yang dibahas adalah; apakah wanita itu hanya berupa jasad tanpa ruh? Atau dia mempunyai ruh? Akhirnya mereka mengambil kelsimpulan bahwa wanita tidak memiliki ruh yang selamat dari siksa api neraka, kecuali ibu nabi ISA AS.

5.      Menurut Bangsa Arab
Nasib wanita di tengah-tengah bangsa arab sebelum datangnya islam tidak jauh berbeda dengan nasib wanita ditengah-tengah bangsa lain. Bangsa arab juga merasa pesimis dengan kelahiran anak perempuan. Ketika yang lahir anak perempuan mereka pun menganggapnya sebagai kesedihan, bencana dan keburukan bagi mereka. Mereka berkata kepaada diri mereka,”haruskah aku membiarkannya hidup dengan penuh kehinaan, atau membebaskan diri dari aibnya dan kehinaanya dengan cara membunuhnya, atau menguburkannya hidup-hidup?”hal ini diceritakan dalam AL-QURAN:
“dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah mukanya dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah-tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu”.[6]
Mereka saling mewarisi wanita seperti layaknya mewarisi harta. Apabila ada seorang laki-laki yang mati dan meninggalkan seorang isteri, maka salah seorang anak laki-lakinya yang paling besar melemparkan bajunyua kepada wanita tersebut, jika ia mengambilkan baju tersebut secara otomatis dia menjadi hak miik anak laki-laki tersebut walaupun tanpa izin si wanita. Sedikitpun dia tidak berhak terhadap warisan yang ditinggalkan suaminya. Pada masa itu tidak ada pembatasan perceraian sebagaimana tidak ada pembatasan poligami. Wanita sedikitpun tidak berhak untuk memilih calon suaminya.

6.      Menurut Bangsa Eropa
Pada tahun 587 M (masa – masa muda Rasulullah Saw), orang-ornag prancis mengadakan muktamar yang secara khusus membahas masalah wanita; apakah wanita itu dianggap manusia atau bukan? Akhirnya mereka memutuskan bahwa wanita adalah manusia yang khusus diciptakan untuk melayani laki-laki. Sehingga jadilah wanita selam abad pertengahan dalam keadaan terhina dan tidak memperoleh hak-haknya secara layak. Undang-undang inggris sampai tahun 1805 M masih memperbolehkan laki-laki menjual isterinya, bahkan smapai tahun 1850 M kaum wanita tidak dianggap sebagai warga Negara. Wanita belum mendapatkan hak-hak asasinya hingga tahun 1882 M, bahkan sekedar hak untuk memiliki sesuatu. Ketika terjadi revolusi prancis pada akhir abad kedelapan belas, diumumkan pembebasan manusia dari perbudakan, kecuali wanita. Wanita dianggap sama dengan bayi dan orang gila. Pada tahun 1938 M, ada sedikit perubahan yang membawa kaum wanita kepada perbaikan, walaupun masih ada beberapa peratuaran yang mengikat wanita yang sudah berkeluarga. Disebutkan dlam undang-undang prancis pasal 217, bahwa wanita yang sudah bersuami tidak diperbolehkan menghibahkan, memindahkan atau mengadaikan barang miliknya tanpa izin dan kesepakatan suaminya secara tertulis.[7]
Apa yang mereka lakukan pada awal-awal kebangkitan wanita memiliki pengaruh positif dalam kehidupan social. Akan tetapi apa yang mereka lakukan kemudian mengarah kepada hal yang berlebihan dan keluar dari tujuan. Terutama pada abad kesembilan belas sampai abad kedua puluh di mana system social di barat telah mencapai puncak kerusakan dan keluar dari maksud dan tujuan sebenarnya. Ada tiga misi utama yang diusung masyarakat barat berkenan dengan masalah wanita, yaitu:
1.      Memberikan persamaan hak antara laki-laki dan wanita dalam segala hal
2.      Memberikan wanita kemerdekaan penuh dalam menentukan jalan hidupnya
3.      Pergaulan bebas antara laki-laki dan wanita

Wanita dalam islam
Pada saat wanita mengalami masa-masa suram dan menyedihkan, datanglah cahaya islam membawa kebebasan yang sebenarnya bagi manusia; laki-laik dan perempuan. Wantia secara khusus telah diakui sifat kemanusiannya. Wanita dan laki-laki adalah dari jiwa yang satu. ALLAH berfirman:
   
“wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan darinya ALLAH menciptakan isterinya, kemudian dari keduanya ALLAH memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak”.[8]
RASULULLAH SAW bersabda,
“sesungguhnya wanita – wanita itu adalah saudara para laki-laki”.[9]
Islam dengan tegas melarang sikap pesimistis dan sedih yang berlebihan ketika lahir anak perempuan, apalagi sampai membunuhnya. Firman ALLAH:
 
“dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah mukanya dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu”[10]
RASULULLAH SAW menyuruh kita untuk mengasihianak perempuan dan menjaganya dengan baik. ALLAH menjanjikan pahala yang besar bagi yang melakukan hal itu. Sabda RASULULLAH,
“barangsiapa yang mendapatkan suatu cobaan dengan anak-anak perempuannya, mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka”.[11]
Hal yang paling besar yang diberikan islam kepada wnaita adalah bahwa isalm telah menghapus untuk kali pertama “kesalahan abadi” sebagai penyebab utama Adam  As memakan buah pohon terlarang di suraga. Islam menganggap keduanya sama-sama bersalah karena mendengarkan bisikan setan. Firman ALLAH:

Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan."[12]

Islam mengakui kelayakan wanita untuk beragama dan beribadah. Islam menjanjikan pahala dan balsan yang baik jika ia berbuat baik, dan azab yang pedih jika ia berbuat jahat; sama persis dengan apa yang dijanjikan kepada laki-laki. Firman ALLAH:

“barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya kami akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya kami akan memberikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.[13]
Islam menyuruh umatnya untuk memuliakan wanita, berbuat baik kepadanya, mendidik dan mengajarnya dengan baik. RASULULLAH SAW bersabda:
“ barangsiapa yang memiliki seorang budak perempuan, dia mengajari dan mendidiknya dengan baik, kemudian memerdekannya dan menikahinya, maka dia memperoleh dua pahala”.[14]
Menurut islam, wanita juga berhak dimuliakan dan diperlakukan dengan baik. Firman ALLAH,
“ dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang baik”, dan “ dijadikan diantara kalian rasa kasih dan sayang”.[15]
Sabda RASULULLAH SAW,
“ dunia itu adalah perhiasan, dan sebaik-baik hiasan dunia wanita shalihah”.[16]
Islam menyruh kita untuk mentaati wanita sebagai seorang ibu dan berbuat baik kepadanya. Firman ALLAH,
“ Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu”.[17]
Seorang laki-laki datang kepada RASULULLAH SAW seraya berkata,”wahai RASULULLAH! Siapakah yang paling berhak aku pergauli dengan baik?” RASULULLAH berkata, “ ibumu”. Dia berkata, “ kemudian siapa?” beliau berkata, “ibumu”. Kemudian siapa?” beliau berkata, “ ibumu”. “kemudian siapa?” beliau berkata, “ayahmu”.[18]
Islam juga memberi wanita hak dalam warisan, memberinya hak untuk menuntut cerai, dan memberikan batasan sebanyak empat orang isteri dalam hal poligami di mana sebelumnya tidak ada batasan. Walaupun dalam banyak bidang islam menganggap sama laki-laki dan wanita, tetapi islam adalah agama yang fitrah dan melihat realita. Adalah bodoh orang yang mengatakan bahwa laki-laki dan wanita tidak memiliki kelebihannya masing-masing dalam hal penciptaan dan fitrahnya. Karena perbedaan-perbedaan inilah kemudian terjadi perbedaan-perbedaan antara keduanya dalam hak dan kewajiban. 

Perbedaaan-perbedaan Alamiah
1.                  Segi jasmani

Secara umum, laki-laki memiliki fisik yang lebih besar dari wanita, badannya lebih tinggi, kulitnya lebih kasar, dan suarannyapun lebih kasar. Pertumbuhan fisik wanita lebih pesat dari lelaki-laki. Pertumbuhan otot laki-laki lebih cepat dari wanita di samping tenaganya lebih besar. Wanita juga lebih cepat tumbuh dewasa bila dibandingkan dengan lelaki. Ukuran otak laki-laki rata-rata lebih besar dari pada ukuran otak wanita. Paru-paru laki-laki mampu menyimpan udara lebih banyak dari pada paru-paru wanita. Detak jantung jantung wanita lebih cepat ari detak jantung lelaki. Wanita mengalami haid setiap bulan, dan dia bias hamil juga melahirkan.

2.               Segi kejiwaan.  
Secara umum, lelaki lebih cendrung dari pada wanita untuk berolahraga, berburu, dan melakukan kegiatan-kegiatan yang butuh banyak gerak. Laki-laki juga cendrung untuk bersaing dan berperang, sedangkan waita lebih suka damai ketenangan. Perasaan wanita lebih cepat bergolak di bandingkan perasaan lelaki. Secara alami wanita lebih memperhatikan hiasan dan kecantikanya. Wanita adalah keibuan yang Nampak sejak lahir. Hati wanita lebih halus dan mudah menangis. Wanita mengagumi laki-laki karna keberanian dan kejantanannya, sedangkan laki-laki mengagumi wanita kran kecantikan dan kelembutanya.nafsu seksual lelaki bersifat meulai dan agresif, sedangkan nafsu wanita pasif dan butuh rangsangan.[19]


    




[1] Dr. Musthafa as Siba ‘ie, Wanita, antara Fiqih dan Konstitusi, hal. 13
[2] Al Bahi Al Khusli, Islam dan Problematika Wanita Modren, hal. 13
[3] Al Bahi Al Khuli, Islam dan Wanita Modren, hal. 13
[4] Dr. Musthafa as Siba ‘ie, Wanita, antara Fiqih dan Konstitusi, hal. 15
[5] Al Bahi Al Khuli, Islam dan Wanita Modren, hal. 14

[6] An-Nahal: 58-59
[7] Al-Maududi, Hijab, hal.25/ Dr. Musthafa as Siba ‘ie, Wanita, antara Fiqih dan Konstitusi, hal. 21
[8] An-Nisa’: 1
[9] HR Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi dari Aisyah ra
[10]  An-Nahal: 58-59
[11] HR Bukhari
[12]  Al-Baqarah: 36
[13] An-Nahl: 97
[14] HR Tirmidzi
[15] Al-Baqarah: 228 dan Ar-Ruum: 21
[16] HR Muslim
[17] Al-Isra’: 23
[18] HR Bukhari
[19] Murtadla Al-Mutahahhari, Hak-hak Wanita dalam Islam, hal. 174-176

Jumat, 03 Desember 2010

Sikap Memaafkan dan Manfaatnya bagi Kesehatan

Salah satu sifat mulia yang dianjurkan dalam Al Qur’an adalah sikap memaafkan:
Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh. (QS. Al Qur’an, 7:199)
Dalam ayat lain Allah berfirman: "...dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. An Nuur, 24:22)
Mereka yang tidak mengikuti ajaran mulia Al Qur'an akan merasa sulit memaafkan orang lain. Sebab, mereka mudah marah terhadap kesalahan apa pun yang diperbuat. Padahal, Allah telah menganjurkan orang beriman bahwa memaafkan adalah lebih baik:
... dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. At Taghaabun, 64:14)
Juga dinyatakan dalam Al Qur'an bahwa pemaaf adalah sifat mulia yang terpuji. "Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia." (Qur'an 42:43) Berlandaskan hal tersebut, kaum beriman adalah orang-orang yang bersifat memaafkan, pengasih dan berlapang dada, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an, "...menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain." (QS. Ali ‘Imraan, 3:134)
Para peneliti percaya bahwa pelepasan hormon stres, kebutuhan oksigen yang meningkat oleh sel-sel otot jantung, dan kekentalan yang bertambah dari keeping-keping darah, yang memicu pembekuan darah menjelaskan bagaimana kemarahan meningkatkan peluang terjadinya serangan jantung. Ketika marah, detak jantung meningkat melebihi batas wajar, dan menyebabkan naiknya tekanan darah pada pembuluh nadi, dan oleh karenanya memperbesar kemungkinan terkena serangan jantung.
Pemahaman orang-orang beriman tentang sikap memaafkan sangatlah berbeda dari mereka yang tidak menjalani hidup sesuai ajaran Al Qur'an. Meskipun banyak orang mungkin berkata mereka telah memaafkan seseorang yang menyakiti mereka, namun perlu waktu lama untuk membebaskan diri dari rasa benci dan marah dalam hati mereka. Sikap mereka cenderung menampakkan rasa marah itu. Di lain pihak, sikap memaafkan orang-orang beriman adalah tulus. Karena mereka tahu bahwa manusia diuji di dunia ini, dan belajar dari kesalahan mereka, mereka berlapang dada dan bersifat pengasih. Lebih dari itu, orang-orang beriman juga mampu memaafkan walau sebenarnya mereka benar dan orang lain salah. Ketika memaafkan, mereka tidak membedakan antara kesalahan besar dan kecil. Seseorang dapat saja sangat menyakiti mereka tanpa sengaja. Akan tetapi, orang-orang beriman tahu bahwa segala sesuatu terjadi menurut kehendak Allah, dan berjalan sesuai takdir tertentu, dan karena itu, mereka berserah diri dengan peristiwa ini, tidak pernah terbelenggu oleh amarah.
Menurut penelitian terakhir, para ilmuwan Amerika membuktikan bahwa mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sehat baik jiwa maupun raga. Orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang yang belajar memaafkan merasa lebih baik, tidak hanya secara batiniyah namun juga jasmaniyah. Sebagai contoh, telah dibuktikan bahwa berdasarkan penelitian, gejala-gejala pada kejiwaan dan tubuh seperti sakit punggung akibat stress [tekanan jiwa], susah tidur dan sakit perut sangatlah berkurang pada orang-orang ini.
Memaafkan, adalah salah satu perilaku yang membuat orang tetap sehat, dan sebuah sikap mulia yang seharusnya diamalkan setiap orang
Dalam bukunya, Forgive for Good [Maafkanlah demi Kebaikan], Dr. Frederic Luskin menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Buku tersebut memaparkan bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat dan stres. Menurut Dr. Luskin, kemarahan yang dipelihara menyebabkan dampak ragawi yang dapat teramati pada diri seseorang. Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa:
Permasalahan tentang kemarahan jangka panjang atau yang tak berkesudahan adalah kita telah melihatnya menyetel ulang sistem pengatur suhu di dalam tubuh. Ketika Anda terbiasa dengan kemarahan tingkat rendah sepanjang waktu, Anda tidak menyadari seperti apa normal itu. Hal tersebut menyebabkan semacam aliran adrenalin yang membuat orang terbiasa. Hal itu membakar tubuh dan menjadikannya sulit berpikir jernih – memperburuk keadaan.
Sebuah tulisan berjudul "Forgiveness" [Memaafkan], yang diterbitkan Healing Current Magazine [Majalah Penyembuhan Masa Kini] edisi bulan September-Oktober 1996, menyebutkan bahwa kemarahan terhadap seseorang atau suatu peristiwa menimbulkan emosi negatif dalam diri orang, dan merusak keseimbangan emosional bahkan kesehatan jasmani mereka. Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa orang menyadari setelah beberapa saat bahwa kemarahan itu mengganggu mereka, dan kemudian berkeinginan memperbaiki kerusakan hubungan. Jadi, mereka mengambil langkah-langkah untuk memaafkan. Disebutkan pula bahwa, meskipun mereka tahan dengan segala hal itu, orang tidak ingin menghabiskan waktu-waktu berharga dari hidup mereka dalam kemarahan dan kegelisahan, dan lebih suka memaafkan diri mereka sendiri dan orang lain.
Semua penelitian yang ada menunjukkan bahwa kemarahan adalah sebuah keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia. Memaafkan, di sisi lain, meskipun terasa berat, terasa membahagiakan, satu bagian dari akhlak terpuji, yang menghilangkan segala dampak merusak dari kemarahan, dan membantu orang tersebut menikmati hidup yang sehat, baik secara lahir maupun batin. Namun, tujuan sebenarnya dari memaafkan –sebagaimana segala sesuatu lainnya – haruslah untuk mendapatkan ridha Allah. Kenyataan bahwa sifat-sifat akhlak seperti ini, dan bahwa manfaatnya telah dibuktikan secara ilmiah, telah dinyatakan dalam banyak ayat Al Qur’an, adalah satu saja dari banyak sumber kearifan yang dikandungnya.